Filosofi Pendidikan Ki Hadjar Dewantara
Salam Guru Penggerak
Perkenalkan, nama saya Diah Mulyaningsih,
S.Pd., Calon Guru Penggerak (CGP) Angkatan 11 dari SMP Negeri 1 Banguntapan, Bantul,
Yogyakarta. Pada kesempatan kali ini, saya akan memaparkan Koneksi
Antarmateri setelah mempelajari Modul 1.1 terkait Filosofi Pendidikan menurut
Ki Hadjar Dewantara.
1. Apa
yang Anda percaya tentang murid dan pembelajaran di kelas sebelum Anda mempelajari modul 1.1?
Sebelum mempelajari modul 1.1, saya percaya
bahwa murid yang pintar bisa dilihat dari hasil belajar yang didapatkannya. Dalam
proses pembelajaran, murid ini akan senantiasa memperhatikan apa yang
disampaikan guru dengan saksama. Sebaliknya, murid yang kurang pintar biasanya
kurang memperhatikan guru dalam proses pembelajaran sehingga hasil belajar yang
didapatkannya menjadi tidak maksimal. Pada umumnya, murid ini mempunyai
kebiasaan-kebiasaan tersendiri di kelas, seperti mengobrol dengan temannya
ataupun memiliki kesibukan lain dengan dirinya sendiri.
Dalam kegiatan pembelajaran di kelas,
saya biasanya menggunakan model pembelajaran Cooperative Learning, di
mana murid belajar dalam kelompok-kelompok kecil untuk mendiskusikan tugas yang
diberikan oleh guru. Kemudian, saya akan membagi anggota kelompok berdasarkan
hasil belajarnya. Setiap kelompok terdiri atas murid dengan kemampuan bawah,
menengah, dan tinggi. Murid dengan kemampuan tinggi bisa menjadi tutor sebaya
bagi teman-temannya dalam kelompok. Kegiatan belajar menggunakan model
pembelajaran Cooperative Learning ini sebenarnya cukup efektif. Hanya saja,
saya menemukan di setiap kelompok belajar masih terdapat murid yang menunjukkan
sikap pasif, baik pada kegiatan diskusi, presentasi, maupun tanya-jawab
sehingga menjadi kurang optimal. Dari hasil belajar yang didapatkan, saya
kemudian mengelompokkan murid mana saja yang masuk dalam kategori remedial dan
pengayaan. Murid yang masuk dalam kategori remedial bisa mengulang kembali materi
maupun penugasan dengan nilai yang masih belum memenuhi Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM), sedangkan murid yang masuk dalam kategori pengayaan dapat
mempelajari materi lebih lanjut untuk meningkatkan kemampuannya. Saya sudah
melakukan asesmen diagnostik untuk mengetahui minat, bakat, maupun gaya belajar
dari setiap murid. Hanya saja, masih kurang optimal dalam menindaklanjuti hasil
asesmen diagnostik tersebut karena menganggap bahwa itu semua bisa diasah lebih
lanjut dengan mengikuti kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler yang disediakan
oleh sekolah sesuai minat dan bakat dari tiap-tiap murid. Namun, saya kemudian
memahami bahwa hal tersebut menjadi tidak maksimal bagi murid, terutama apa
yang dipahaminya dalam kegiatan pembelajaran dan hasil belajar yang
didapatkannya.
2. Apa
yang berubah dari pemikiran atau perilaku Anda setelah mempelajari modul ini?
Setelah mempelajari modul ini, saya baru memahami
bagaimana filosofi pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara (KHD), yang mana pendidikan
dan pengajaran menurut Ki Hadjar Dewantara ialah menuntun segala kodrat yang
ada pada anak-anak agar mereka dapat mencapai keselamatan sebagai manusia
maupun sebagai anggota masyarakat. Pandangan saya dalam pendidikan kemudian
berubah, dari yang semula berorientasi pada hasil belajar yang didapat murid berdasarkan
KKM yang telah ditetapkan. Ternyata, guru haruslah menuntun tumbuh atau
hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak agar dapat memperbaiki lakunya
(bukan dasarnya) sehingga guru dapat menjadi fasilitator dalam pembelajaran
dengan menempatkan murid sebagai subjek dalam pembelajaran, bukan objek dalam
pembelajaran. Dengan demikian, dapat menciptakan pembelajaran yang lebih
bermakna. Maka dari itu, guru haruslah menjadi teladan, seorang model sekaligus
mentor yang baik bagi siswa demi mewujudkan perilaku berkarakter yang akan
senantiasa melekat dalam diri setiap siswa. Relevansinya dengan konteks
pendidikan di Indonesia saat ini, kita sebagai guru sama-sama memahami bahwa
kemajuan zaman dan teknologi saat ini tentu memengaruhi perkembangan karakter
siswa itu sendiri. Berbagai informasi dengan mudah diakses oleh anak, menjadikan
mereka dengan cepat menjangkau hal-hal yang bahkan tidak atau belum kita
berikan. Kemajuan teknologi tentunya membawa dampak positif dan negatif. Namun,
semaju apapun teknologi, siswa tetap membutuhkan peran guru untuk membimbing
dan mengarahkannya dalam memaknai diri sebagai manusia merdeka yang akan terus
belajar sesuai dengan kodrat diri dan perkembangan zaman. PR kita sebagai guru
adalah bagaimana menyelaraskan diri agar bisa senantiasa menjadi guru yang
relevan terhadap perkembangan zaman, namun tetap menjadikan filosofi pendidikan
menurut KHD ini sebagai dasar/tuntunan dalam memfasilitasi murid belajar di
kelas sehingga mereka bisa mencapai kebahagiaan yang setinggi-tingginya.
3. Apa
yang dapat segera Anda terapkan lebih baik agar kelas Anda mencerminkan
pemikiran KHD?
Setelah mempelajari modul ini, saya
berharap ke depannya bisa lebih baik lagi dalam mendidik dan mengajar murid-murid
saya di kelas, sesuai dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara yang tertuang pada
trilogi pendidikan Ki Hajar Dewantara yaitu Ing Ngarso sung Tulodho (di depan
menjadi teladan), Ing Madya Mangun Karsa (di tengah membangun/membangkitkan
motivasi), dan Tut Wuri Handayani (di belakang memberi dorongan). Trilogi
pendidikan inilah yang harus dimiliki oleh setiap tenaga pendidik guna
menciptakan peserta didik yang berbudi pekerti, cerdas, serta mampu beradaptasi
dengan perkembangan teknologi di era teknologi informasi seperti sekarang ini.
Harapan ke depan bagi murid-murid
saya di sekolah adalah mereka senantiasa menjadi pembelajar sampai akhir hayat,
tak kenal menyerah untuk belajar meskipun ada kalanya mengalami kendala atau
kesulitan. Terlebih, di tengah gempuran perkembangan IPTEK seperti sekarang
ini, mereka haruslah memiliki keterampilan yang mumpuni agar bisa senantiasa
menyesuaikan era belajar di zaman yang semakin maju. Tantangan ke depan
tentunya akan semakin sulit. Hal itu perlu disertai dengan kemampuan diri untuk
menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Tanpa adanya itu semua, di masa-masa
yang akan datang akan banyak ketinggalan dengan bangsa lain. Namun, semua juga
perlu diiringi dengan pendidikan karakter. Tanpa memperhatikan pendidikan
karakter, sepandai apapun ia nantinya, mereka tentu belum mencapai keselamatan
sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat.
Seperti yang kita ketahui bahwa saat
ini, guru dituntut untuk terus belajar sambil menyesuaikan dengan zaman,
sedangkan kenyataan di lapangan masih banyak guru yang belum paham betul akan
hal tersebut. Maka dengan belajar modul ini nantinya, saya berharap dapat
merasakan manfaat yang kemudian bisa saya diskusikan dengan teman sejawat di
lingkungan sekolah, tentunya agar bisa membawa dampak perubahan yang semakin
positif ke depannya. Setiap murid adalah individu dengan potensi, bakat, minat,
dan karakter yang tidak sama. Maka dari itu, pembelajaran yang saya lakukan di kelas
harus berpihak pada murid. Saya akan berupaya untuk menciptakan pembelajaran
yang menyenangkan melalui penggunaan model-model pembelajaran dan media
pembelajaran yang lebih bervariasi, sesuai dengan kebutuhan murid di kelas. Tak
lupa, saya akan senantiasa menanamkan nilai-nilai karakter yang baik pada
setiap kegiatan pembelajaran sehingga nantinya murid tidak hanya pandai secara
intelektual/akademik, melainkan pandai mengelola sosial-emosional pada dirinya.
Penanaman nilai-nilai karakter bisa diterapkan melalui kebiasaan 5S (Senyum,
Sapa, Salam, Sopan, dan Santun), baik kepada sesama temannya, kepada Bapak/Ibu
Guru di sekolah, maupun seluruh warga sekolah yang lain. Selain itu juga pembiasaan
“Tolong dan Terima Kasih”. Dengan demikian, akan tercipta kebiasaan saling
menghormat, menciptakan rasa nyaman berada di lingkungan sekolah, dan iklim
positif antarwarga sekolah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar