Jumat, 03 Desember 2021

PUISI "SIMFONI SUDUT RUMAH SAKIT"

Pagi ini…

Di sebuah ruang tunggu pendaftaran

Puluhan bahkan ratusan manusia terduduk beku

Berjibaku dengan segenap rasa

Sembari menunggu antrean tiba

 

Wajah-wajah pucat

Wajah-wajah cemas

Wajah-wajah penuh harap

Membaur di sebuah sudut rumah sakit

 

Di satu sudut lainnya

Orang-orang berlalu lalang

Dengan kursi roda

Dengan brankar dorong

Dengan papahan orang-orang terkasih

 

Dokter, perawat, dan petugas bersiaga

Datang dan pergi silih berganti

 

Hujan deras sedari pagi

Dinginnya udara di ruang ini

Membangkitkan kesedihan di hati

 

Untuk apa orang-orang itu datang?

Mereka tak datang tanpa tujuan

Mengalahkan kepahitan

Dan segenap kelemahan iman

Lalu bangkit bersama Tuhan dalam ketegaran

 

Jalan berliku penuh duri

Apapun yang terjadi harus berjalan

Keberanian tidak akan tunduk

Keinginan tidak akan berhenti

 

Matahari mungkin menyembunyikan malam

Tapi malam terus berlalu

Musim akan berubah

Keberanian akan menunjukkan hasilnya

Akan ada cahaya dan pagi lagi

Maka matahari pun tersenyum kembali



Yogyakarta, Desember 2021

Kamis, 29 Juli 2021

Cerpen "Kota Mati"

Kota Mati

Notebook abu-abu nan berdiam, kupandangi dalam-dalam sebelum aku lebur dan tenggelam dalam tumpukan pekerjaan yang telah kuagendakan. Kubuka sebuah file berisi lagu-lagu kenangan lama yang telah kusimpan di sudut ruang penyimpanan.

 

Ciuman manis itu

Masih terasa

Membekas di bibirku

Belum terhapus

 

Dia hilang dari pelukku

Dia hilang bagai mimpi

Dia hilang dari sadarku

Dan dia hilang

 

Masih kurasakan

Masih kurindukan

Masih kuinginkan

Bercinta denganmu

 

Masih kurasakan

Masih kurindukan

Masih kuinginkan

 

Tubuh yang wangi itu

Masih tercium

Gelas anggur untukmu

Belum tersentuh

 

Cinta cinta cintamu

 

Masih kuinginkan

(Ciuman manis itu)

 

Masih kurindukan

(Tubuh yang wangi itu)

 

Lantunan lagu milik Java Jive berjudul Hilang ini terus menggema di telingaku. Mengingatkanku pada seseorang nan jauh di sana. Seseorang yang entah kenapa selalu kunanti kedatangannya, sejak hari itu, di mana kembali aku dipertemukan dengannya setelah sekian lamanya waktu perpisahan.

Masih kuingat dengan jelas detik demi detik yang terlewati pada hari itu. Yang telah membuat kita melupakan sekat tebal yang membumbung di antara aku dengannya. Semua seakan hilang. Yang tersisa hanyalah keintiman tatkala dua bibir ini mulai berpagut dalam satu.

Aku mengenalnya sudah lama, jauh ketika masih awal kuliah di salah satu universitas di Jogja, sekitar tahun 2011. Namun, tak lama kami pun berpisah dan menjalani kehidupan masing-masing setahun kemudian, tepatnya tahun 2012. Dia masih dengan kehidupannya di Jakarta. Sampai pada suatu ketika, kami dipertemukan kembali sekitar tahun 2016 ketika ia kembali beberapa waktu lamanya di kota yang selalu penuh cinta, Jogja.

Malam semakin larut ketika aku menapaki jalan menuju terminal. Entah langkah apa yang membawaku berada di tempat ini, hampir dini hari. Dari kejauhan, samar-samar ada sosok yang semakin mendekat. Sosok yang secara kasat mata terlihat asing tapi dengan hati ini aku tak lagi merasa asing. Hingga tatkala dirinya semakin dekat, kemudian melayangkan sebuah pelukan, aku pun hanya berdiri kaku, namun seutas senyuman mengembang di bibirku. “Dia masih seperti yang dulu,” kataku.

Kami menyusuri jalanan di Kota Jogja nan lengang, sekitar pukul 01.00 dini hari. Memutari jalan-jalan kenangan bagi kami, dulu, bertahun-tahun yang lalu. Pertemuan itu seolah kembali membangkitkan lagi gairah rasa yang dulu pernah ada, namun kini semakin berbeda, setelah kehidupan masing-masing yang kami jalani. Dan benar saja, setelah hari itu, hati kembali tertaut menjadi satu, hingga saat-saat ketika ia kembali dari Jakarta menjadi saat yang kutunggu dengan penuh harapan untuk setiap pertemuan yang dirindukan, menghempaskan segenap rasa tatkala jarak terpampang di depan mata.

Jakarta dan Jogja adalah dua kota nan istimewa, kota yang selalu menghidupkan cinta di antara kita. Seperti sore ini di mana hujan mengguyur sepanjang hari, bentuk cinta dari hujan pada padatnya Kota Jakarta. Kota yang tak pernah tidur sepanjang hari. Derai-derai hujan nan membasahi pun semakin menyejukkan hati, terlebih menuju siang di kawasan Kota Tua ini.

Museum Fatahillah di kompleks Kota Tua masih berdiri dengan gagahnya. Banyak orang berlalu lalang untuk sekadar berfoto hingga memberi makan burung merpati, ada pula yang memilih menyewa sepeda beserta perlengkapannya, bahkan menikmati aneka kuliner yang disajikan. Semua dipenuhi dengan keceriaan. Aku lebih memilih menikmati kuliner sembari menyewa sebuah sepeda untuk berputar-putar di kawasan ini. Kupikir beginilah caraku memanfaatkan waktu hingga sore tiba, sebelum kita berjumpa.

Sore ini, di antara Monas nan gagah menjulang, aku menunggu hadirmu. Masih dengan suasana sehabis hujan dan sejuk semilir angin nan berembus, menambah kerinduan di relung hatiku. “Oh Tuhan, betapa damainya suasana ini,” begitu pikirku dalam hati.

Setelah sekian lamanya, akhirnya kita bisa menikmati senja bersama, walau senja kala itu tertutup pekatnya mendung nan menggelayut di langit Jakarta. Bukan rona merah nan menggantung di cakrawala, tapi tak apa, rasa hati begitu lega tatkala kita berjumpa walau hanya sekejab mata setelah sekian lama. Aku menghabiskan liburan akhir tahunku di sini, Kota Jakarta. Mungkin untuk sebagian orang, Jakarta bukanlah kota tujuan untuk berlibur. Kota yang selalu padat, terlebih pada jam-jam pulang kantor tiba seperti sore hari.

Aku meninggalkan Monas, berjalan menyusuri koridor Trans Jakarta ketika malam tiba. Hingga kita berpisah tatkala salah satu bus yang akan membawaku sampai. Kau melepas genggaman tanganmu dan melambaikannya saat perlahan-lahan mulai menjauh bersama laju bus yang membawaku ke kawasan Cipayung, Jakarta Timur.

Usai berlibur, saatnya kembali ke kota tercinta, Yogyakarta. Sebelumnya, kau terlebih dahulu kembali karena sebuah urusan yang tak bisa ditunda. Aku telah sampai di Stasiun Pasar Senen siang hari meskipun jadwal keretaku hari ini malam hari. Kupikir, lebih baik aku menghindari macet dengan berangkat lebih awal seperti ini.

Aku mengantarkanmu ke Stasiun Tugu Yogyakarta di hari ketiga tahun nan baru. Kau pun harus kembali menunaikan tugasmu di sana. Saat itu hujan turun dengan derasnya, seolah mengerti perasaan hati nan gundah gulana, kembali bergelut dengan jarak yang membentang nyata. Bukankah ini sudah terbiasa terjadi dalam relasi yang tak biasa ini? Lantas, apa yang mesti aku takutkan? Bergelut dalam sepi tanpa ada kau yang menemani?

Aku suka melewati stasiun ataupun bandara. Setiap kali memandang kereta atau pesawat, aku selalu teringat akan dirimu, akan senyum dan kehangatan yang kau berikan padaku setiap kali kita bertemu. Rasanya tak ingin berlama-lama berpisah denganmu, bahkan selalu berharap ada di sampingmu setiap waktu.

Kita tidak pernah tahu apa rencana Tuhan. Terkadang aku berpikir dalam sunyi, kenapa kita dipertemukan oleh Tuhan? Apakah suatu saat nanti kita akan satu tujuan, ataukah hanya tinggal dalam kenangan? Aku tak tahu. Yang kutahu adalah aku mencintaimu dalam hatiku, setulus aku selalu berharap untuk hadirnya kebahagiaan dalam hidupmu, entah kau akan mengetahuinya hari ini, esok, maupun nanti. Ketika diriku jauh terbentang jarak denganmu, bukan berarti aku tak bersamamu, tapi kau selalu ada dan menempati ruang istimewa di dalam hatiku. Aku mencintaimu bukan karena siapa kamu, tapi karena aku bisa menjadi apa adanya diriku saat bersamamu.

Aku ingin mengatakan padamu bahwa di manapun aku berada, apapun yang terjadi, aku akan selalu memikirkanmu. Dan waktu yang telah kita habiskan bersama adalah waktu yang menyenangkan dalam hidupku. Terima kasih karena telah menjadi bagian itu. Aku mencintaimu dan akan selalu begitu. Dan hari-hari panjang yang kulalui tanpamu laksana sebuah kota nan mati. Ia kehilangan harapan di tempat menggantungkan seluruh angan.

 

 

 

Kamis, 03 Juni 2021

Puisi "Semusim yang Lalu"

 Matahari bersembunyi di balik pekatnya awan

Langit seketika kelabu

Menyulut kebekuan di relung hati nan bisu

 

Angin bertiup perlahan

Menggugurkan daun-daun di pepohonan

Langkah kian resah, gundah, tak berarah

 

Masa singkat nan engkau toreh

Dan sebuah pertemuan yang tersemat

Telah mengukir jalinan kasih

Nan abadi bersama senyummu yang telah pergi

 

Selamanya...

Bersama kenangan yang tak akan terganti

 

Yogyakarta, 4 Juni 2021

Senin, 03 Mei 2021

Ramadan Mubarak: Catatan Perjalanan Part 4

Tak terasa kini telah sampai di penghujung ramadan 1442 H. Banyak sekali hal yang bisa dijadikan hikmah atau pembelajaran dalam ramadan kali ini. Masih dalam suasana pandemi Covid-19 seperti tahun lalu, di mana kegiatan-kegiatan dilaksanakan secara terbatas. Namun, perlahan memasuki era new normal. Dan, kegiatan keagamaan di bulan ramadan pun perlahan kembali digalakkan.

Ya Rabb, betapa besar nikmat tak terkira yang telah Engkau curahkan hingga aku mencapai ramadan kali ini. Nikmat yang terkadang lupa untuk kusyukuri karena aku terlalu larut pada hal-hal yang belum bisa kugapai. Aku melupakan apa yang telah Engkau beri. Seringkali aku terlena pada hal-hal yang belum hakiki. Sungguh, kini di akhir ramadan ini aku menyesali. Tatkala aku tersadar, ramadan sebentar lagi pergi.

Ya Allah, dalam usiaku yang semakin dewasa ini ada banyak yang kini aku mengerti tentang hidup dan kehidupan yang selama ini tak kupahami. Terima kasih telah memberikan banyak pembelajaran hidup dari apa yang telah kujalani. Hari yang kini kian berganti membuatku semakin berserah pada-Mu dengan segala keihklasan hati. Perlahan tapi pasti, ternyata kurasakan hati yang begitu damai dengan berserah sepenuhnya pada-Mu tentang takdir dalam hidupku, tentang apa yang kelak akan terjadi padaku di kehidupan mendatang, juga tentang duri-duri tajam yang kelak akan menghalau setiap langkah dalam menggapai tujuan. Aku percaya bahwa setiap hamba-Mu hidup dengan takdirnya sendiri-sendiri. Dan tidak akan ada yang bisa menguatkan atau bahkan menyelamatkan diri sendiri selain kekuatan doa dan zikir yang sepenuhnya tertuju pada-Mu.

Tuhan, pancarkanlah cahaya dari-Mu untukku agar aku tak selalu mengeluh dan lebih mensyukuri nikmat-nikmat dari-Mu. Aku percaya Engkau telah sediakan kasih sayang bagi setiap hamba-Mu tanpa Kau bedakan. Jangan biarkan hati ini larut dalam kesedihan yang tak bertepi. Namun, biarkan aku percaya akan rahmat yang Engkau beri.

Tuhanku, aku berharap masih diberi kesempatan bertemu dengan ramadan-ramadan di masa yang akan datang. Merasakan kembali bulan nan agung, bulan yang lebih baik dari seribu bulan, bulan yang begitu mendamaikan. Namun, sekiranya ini menjadi ramadan yang terakhir bagiku, izinkanlah aku dengan waktu yang sedikit ini agar bisa hidup di jalan-Mu dengan lebih baik lagi, juga agar lebih bermanfaat untuk orang-orang di sekitarku. Semoga aku termasuk ke dalam golongan orang-orang yang mendapatkan rahmat-Mu. Dalam keheningan, itulah doaku. 

 Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘anni’

“Ya Allah, sesungguhnya Engkau Dzat Yang Maha Pemaaf dan Pemurah maka maafkanlah diriku.”

 

Sabtu, 27 Maret 2021

Ruang Hati: Catatan Perjalanan Part 3

 

Saya pernah membaca sebuah buku, kemudian teringat sebuah kutipan singkat namun sangat berkesan “yang terucap akan lenyap, yang tercatat akan teringat”. Maka dari itu saya menulis untuk menyuarakan apa yang tidak bisa saya ungkapkan melalui lisan. Ada banyak peristiwa dalam hidup yang telah saya alami, walau tidak bisa semua kisah saya sampaikan di sini. Biarlah peristiwa-peristiwa itu tersimpan di ruang hati saya sendiri. Namun, di sini saya hanya ingin sedikit berbagi.

Pernahkah kamu merasa ingin menyerah dari segala beban hidup yang selama ini dijalani? Merasa stuck pada satu titik itu saja tanpa bisa berkembang lebih jauh lagi? Mungkin hampir setiap orang pernah berada dalam posisi tersebut.

Satu hal yang menarik untuk dibahas kali ini adalah tentang perjalanan kehidupan. Yah, harus kita sadari bahwa setiap orang punya jalan hidup masing-masing yang harus kita hargai. Kita tidak bisa menyamakan hidup orang lain dengan hidup kita karena tidak akan pernah sama adanya. Hidupmu adalah hidupmu. Hidup mereka adalah hidup mereka. Jadi, perjalanannya pasti akan berbeda.

Dalam menempuh perjalanan tersebut, seringkali kita dihadapkan pada jalan terjal dan berliku. Antara yang satu dengan yang lain pastinya berbeda-beda. Begitupun jalan penyelesaian dari setiap perjalanan tersebut. Kalau kita cermati, ada orang-orang yang dalam pandangan kita yang terlihat begitu menakjubkan, entah kita melihat dari sisi kepribadian, karier, maupun kehidupan secara umum yang dijalaninya. Ia tampak begitu tangguh dan sempurna. Tapi, pernahkah kita berpikir bagaimana sesungguhnya ia menjalani kehidupannya tersebut hingga meraih sebuah pencapaian yang luar biasa? Terkadang, yang bisa kita nilai adalah apa yang tampak dari luar, tanpa kita pernah tahu jika kita menyelam ke dalamnya ternyata betapa berat ujian kehidupan yang harus ia alami kemudian berhasil untuk ditakhlukkan.

Setiap orang tumbuh dengan caranya masing-masing. Seiring dengan pengalaman dan kedewasaannya, cara pandang dalam hidup pun berubah. Sebuah pengalaman buruk di masa lalu bisa berperan besar dalam membentuk karakter seseorang di masa mendatang. Segala hal yang pernah terlewati ternyata bisa menjadi sebuah pembelajaran kehidupan. Ya, masa lalu. Setiap orang pasti punya masa lalu, entah itu pahit maupun manis. Masa lalu, baik yang getir maupun yang membahagiakan pantasnya dikenang untuk dijadikan perenungan dalam menjalani kehidupan.

Tuhan Maha baik. Dia memberi ruang bagi setiap manusia untuk bertumbuh melalui fase-fase berat yang dirasakan agar manusia itu sendiri bisa terus belajar dan menempa mental serta iman untuk tidak mudah menyerah. Lalu Dia memberi kita kesempatan untuk mendekatkan diri, kembali pada-Nya, dan percaya bahwa tak ada tempat lain lagi untuk berkeluh kesah, bahkan pada manusia-manusia lain di dunia. Sebab, terkadang manusia itu hanya memenuhi sifat “kemanusiaannya” untuk mau tahu apa yang sesungguhnya terjadi, bukan dia yang benar-benar peduli dengan apa yang sesungguhnya terjadi. Namun, di situlah Tuhan juga memberi kita pencerahan tentang siapa yang benar-benar peduli: dia yang tak akan pernah meninggalkan dan tetap bertahan di samping kita saat terjatuh, bahkan di fase paling kelam, dia yang akan selalu memberi dukungan serta menguatkan. Di situlah kita disadarkan siapa yang sesungguhnya “teman” dan siapa yang selama ini “berpura-pura teman”.

Harus diakui, bahwa semakin lama circle pergaulan hidup ini berubah. Dia semakin mengecil seiring berjalannya waktu. Pasti akan ada fase di mana dulu teman-teman yang selalu bersama kita, kini semakin disibukkan dengan urusannya masing-masing, dan ini lambat laun pasti akan terjadi. Itulah hidup dan kehidupan. Meskipun demikian, teman yang benar-benar teman akan selalu meluangkan waktu walau hanya sekadar mendengarkan. Setidaknya, ia memberi kita ruang berbagi yang selama ini tersimpan di hati.

Kembali ke bahasan pertama tadi, tentang perjalanan kehidupan. Pernahkah terpikir sebuah tanya di benak kita kepada Tuhan “Tuhan, kenapa hidupku ini begitu berat sedangkan dia tidak” atau mungkin “Tuhan, kenapa hal tidak mengenakkan ini terjadi padaku bertubi-tubi” bisa juga “di mana letak salahku, Tuhan”? Nah, itulah pertanyaan yang sebenarnya bisa menjadi sebuah alasan bagi kita untuk melakukan introspeksi diri. Semua yang terjadi pasti ada sebab musababnya. Coba, mari kita renungkan!

Sekira tahun 2015 saya juga pernah berada di titik terendah hidup setelah sebuah peristiwa besar terjadi dalam hidup saya. Peristiwa besar yang bahkan kala itu mengguncang hati saya dengan sangat dalam, menghidupkan trauma yang baru berangsur pulih seiring berjalannya waktu. Butuh bertahun-tahun lamanya bagi saya sampai akhirnya bisa kembali menatap kehidupan lagi seperti sekarang. Peristiwa besar yang tak bisa dengan detail saya gambarkan, selama ini hanya bisa saya bagi dengan Tuhan, ibu, dan sahabat-sahabat setia yang selalu mengerti, mereka yang sedari dulu tak pernah meninggalkan saya dalam kegetiran yang mendera. Namun, kini setelah bangkit ada sebuah pembelajaran besar yang bisa saya ambil di dalamnya. Ia yang menjadikan saya kuat hingga detik ini, bahkan mungkin orang-orang banyak yang tidak mengetahuinya bahwa “pernah” ada hal besar terjadi yang kemudian mengubah cara pandang hidup saya hingga detik ini. Saya pun menemukan sebuah part dalam buku yang pernah saya baca. Apa yang tertulis benar-benar menggambarkan sesuatu yang telah saya alami kala itu. Kutipannya demikian:

 

Terkadang ketenangan malam membawa kesedihan,

aku lebih memilih tidur seandainya bisa.

Tapi, kepala ini tidak pernah mengizinkan, khayalanku menari-nari

tidak bisa diam.

Seakan-akan kejadian kehidupan terus meminta untuk dikaji,

dan masa lalu yang tak termaafkan memohon untuk

dipertimbangkan selalu.

 

Kepalaku penuh, aku ingin tidur tapi tidak bisa.

Aku hanya bisa tertidur, bila kusudah lelah berpikir.

Aku akan tidur bila tertidur.

Bila kusudah lelah berpikir.

 

Saat saya merasa sangat lelah dengan apa yang harus saya hadapi, malam-malam yang harus saya lalui kala itu pun hanya saya habiskan untuk membentangkan sajadah. Berdoa apapun yang bisa saya sampaikan pada Tuhan dan memohon agar sudilah kiranya saya diberi kekuatan. Saya memang bukan pendoa yang baik. Saya berdoa sebisa yang saya ucapkan. Dalam kekalutan hati yang mendalam dan kesunyian malam, ketika apa yang bergejolak di hati saya tumpahkan di hadapan Tuhan, di situlah saya menemui ketenangan.

Salah satu hikmah yang bisa saya ambil di sini adalah ketika Tuhan sudah menghendaki itu maka terjadilah. Dan begitulah adanya dengan apa yang saya rasa. Ketika hari-hari setelah “peristiwa besar” itu saya lewati, ada ketenangan jiwa yang saya dapati. Lalu ketika pada waktu-waktu tertentu saya kembali menemui hal-hal yang kurang mengenakkan terjadi dalam kehidupan saya, maka saya akan diingatkan kembali dengan apa yang sudah berhasil saya lalui, bahkan di fase yang sangat tidak mudah sekalipun. Maka di situlah cara pandang hidup saya berubah. Saya percaya, Tuhan tidak akan pernah mengambil sesuatu yang berharga dari kita tanpa menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik. Dan ini memang benar terjadi pada diri saya sendiri, hingga akhirnya berhasil saya syukuri bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkan saya dalam keadaan seperti apapun itu.

Kini, ada banyak pembelajaran yang bisa saya ambil. Hikmah yang Tuhan berikan melalui apa yang terjadi pada diri saya adalah sebuah anugerah yang tidak bisa setiap orang dapatkan. Segala kesempatan yang Tuhan berikan dalam hidup saya ini tidak boleh saya sia-siakan lagi karena saya tahu bahwa Tuhan sayang pada saya. Dia ingin saya mendapatkan yang terbaik dari apa yang saya butuhkan, bukan apa yang saya inginkan. Pada akhirnya, saya berterima kasih pada-Nya atas segala nikmat luar biasa yang diberikan pada saya. Juga saya akhirnya menyadari kasih ibu dan teman-teman luar biasa yang tidak pernah meninggalkan saya. Terima kasih adanya.

Ada satu part lagi dari buku yang saya baca yang ternyata related sekali dengan apa yang saya alami, hingga pada akhirnya saya syukuri berhasil melaluinya. Semua menjadi pembelajaran berarti dalam perjalanan hidup saya ini.

 

Pada saat masalahmu menghampirimu, janganlah berkecil hati

Itu adalah pasangan hidupmu

Itu adalah takdirmu

Sesuatu yang sudah dipersiapkan untukmu, bahkan sebelum kau

dilahirkan

Itu adalah pelengkap hidupmu

Itu adalah gurumu, maka cintailah dia

 

Penilaian Tuhan tidak dimulai saat kau menerimanya

Karena semua orang akan menerimanya, tanpa terkecuali

Selayaknya seperti orang-orang sebelummu

 

Jangan pernah berusaha menolak kesalahanmu

Terimalah itu sebagai bekalmu, untuk perjalanan panjangmu

Justru kesalahanmu dimulai ketika kau menolak menerima

kesalahanmu

Sedangkan kau menyadarinya

 

Lapangkanlah dadamu, sehingga luas, tempat untuk ilmu yang

berguna

Penilaian Tuhan dimulai saat kau memperbaikinya

 

Ringkasnya, siapapun kamu saat ini dan apapun yang tengah terjadi padamu sekarang, selalu ingat akan Tuhan. Karena satu-satunya yang akan selalu berada di sisimu hanya Dia semata. Dia yang selalu memberi arahan untuk hidup yang lebih baik. Jangan menyerah menjalani hal terberat sekalipun dalam hidup. Tangan-tangan Tuhan akan selalu menuntun ke arah perubahan. Jika saat ini engkau sedang stuck di permasalahan tertentu, ingatlah saat terberat yang pernah berhasil dilalui. Lalu, kembali yakin bahwa kau pun pasti bisa kembali melewatinya lagi.

 

 

 

NB:

Beberapa kutipan buku yang saya baca bersumber dari sini.

Irham, Nasril dkk. 2012. Kisah Lainnya. Jakarta: Gramedia.

Jumat, 12 Maret 2021

Puisi "Senja Hari Ini"

 Senja hari ini

tertutup mendung nan kelabu

perlahan kuyup oleh hujan

yang mulai berjatuhan

                         

Pada saat seperti itu

yang selalu kuingat wajah dan matamu

saat menatapku

teduh dan akan selalu kurindu

 

Saat kau mulai tak di sisiku

ketika jarak kian dekat menyapa

lalu perlahan kau menghilang

bersama laju kereta yang beranjak pergi

 

Jarak adalah ujian nyata

menjauhkan raga

mendekatkan rasa

yang kita ukir bersama

dalam naungan rindu paling diam

Kamis, 04 Februari 2021

Puisi "Kereta Jakarta-Jogja"

 

Seperti langit di penghujung Januari

mendung dan murung

seiring derap-derap kereta

yang bergerak dari Jakarta

menuju Jogja

 

Sudut gerbong dekat jendela

tempat di mana ia mengeja

kata demi kata

pada sebuah buku yang dibaca

meski tak jua kutangkap maknanya

 

Pagi tadi

kau letakkan daun akasia

di tengah buku cerita

tentang kita

di atas kereta yang mulai

meninggalkan kota

 

Kereta tiba di stasiun kota

membawa langkahmu menujuku

dengan seutas senyum mengembang di bibirmu

berjuta syahdu memeluk

merobek rindu

berbincang hari nan panjang

meski jarak sebentar lagi membayang