Jumat, 28 Juni 2024

KONEKSI ANTARMATERI – KESIMPULAN DAN REFLEKSI MODUL 1.1

 Filosofi Pendidikan Ki Hadjar Dewantara


Salam Guru Penggerak

Perkenalkan, nama saya Diah Mulyaningsih, S.Pd., Calon Guru Penggerak (CGP) Angkatan 11 dari SMP Negeri 1 Banguntapan, Bantul, Yogyakarta. Pada kesempatan kali ini, saya akan memaparkan Koneksi Antarmateri setelah mempelajari Modul 1.1 terkait Filosofi Pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara.


1.   Apa yang Anda percaya tentang murid dan pembelajaran di kelas sebelum Anda  mempelajari modul 1.1?

Sebelum mempelajari modul 1.1, saya percaya bahwa murid yang pintar bisa dilihat dari hasil belajar yang didapatkannya. Dalam proses pembelajaran, murid ini akan senantiasa memperhatikan apa yang disampaikan guru dengan saksama. Sebaliknya, murid yang kurang pintar biasanya kurang memperhatikan guru dalam proses pembelajaran sehingga hasil belajar yang didapatkannya menjadi tidak maksimal. Pada umumnya, murid ini mempunyai kebiasaan-kebiasaan tersendiri di kelas, seperti mengobrol dengan temannya ataupun memiliki kesibukan lain dengan dirinya sendiri.

Dalam kegiatan pembelajaran di kelas, saya biasanya menggunakan model pembelajaran Cooperative Learning, di mana murid belajar dalam kelompok-kelompok kecil untuk mendiskusikan tugas yang diberikan oleh guru. Kemudian, saya akan membagi anggota kelompok berdasarkan hasil belajarnya. Setiap kelompok terdiri atas murid dengan kemampuan bawah, menengah, dan tinggi. Murid dengan kemampuan tinggi bisa menjadi tutor sebaya bagi teman-temannya dalam kelompok. Kegiatan belajar menggunakan model pembelajaran Cooperative Learning ini sebenarnya cukup efektif. Hanya saja, saya menemukan di setiap kelompok belajar masih terdapat murid yang menunjukkan sikap pasif, baik pada kegiatan diskusi, presentasi, maupun tanya-jawab sehingga menjadi kurang optimal. Dari hasil belajar yang didapatkan, saya kemudian mengelompokkan murid mana saja yang masuk dalam kategori remedial dan pengayaan. Murid yang masuk dalam kategori remedial bisa mengulang kembali materi maupun penugasan dengan nilai yang masih belum memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), sedangkan murid yang masuk dalam kategori pengayaan dapat mempelajari materi lebih lanjut untuk meningkatkan kemampuannya. Saya sudah melakukan asesmen diagnostik untuk mengetahui minat, bakat, maupun gaya belajar dari setiap murid. Hanya saja, masih kurang optimal dalam menindaklanjuti hasil asesmen diagnostik tersebut karena menganggap bahwa itu semua bisa diasah lebih lanjut dengan mengikuti kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler yang disediakan oleh sekolah sesuai minat dan bakat dari tiap-tiap murid. Namun, saya kemudian memahami bahwa hal tersebut menjadi tidak maksimal bagi murid, terutama apa yang dipahaminya dalam kegiatan pembelajaran dan hasil belajar yang didapatkannya.

 

2.   Apa yang berubah dari pemikiran atau perilaku Anda setelah mempelajari modul ini?

Setelah mempelajari modul ini, saya baru memahami bagaimana filosofi pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara (KHD), yang mana pendidikan dan pengajaran menurut Ki Hadjar Dewantara ialah menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka dapat mencapai keselamatan sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Pandangan saya dalam pendidikan kemudian berubah, dari yang semula berorientasi pada hasil belajar yang didapat murid berdasarkan KKM yang telah ditetapkan. Ternyata, guru haruslah menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) sehingga guru dapat menjadi fasilitator dalam pembelajaran dengan menempatkan murid sebagai subjek dalam pembelajaran, bukan objek dalam pembelajaran. Dengan demikian, dapat menciptakan pembelajaran yang lebih bermakna. Maka dari itu, guru haruslah menjadi teladan, seorang model sekaligus mentor yang baik bagi siswa demi mewujudkan perilaku berkarakter yang akan senantiasa melekat dalam diri setiap siswa. Relevansinya dengan konteks pendidikan di Indonesia saat ini, kita sebagai guru sama-sama memahami bahwa kemajuan zaman dan teknologi saat ini tentu memengaruhi perkembangan karakter siswa itu sendiri. Berbagai informasi dengan mudah diakses oleh anak, menjadikan mereka dengan cepat menjangkau hal-hal yang bahkan tidak atau belum kita berikan. Kemajuan teknologi tentunya membawa dampak positif dan negatif. Namun, semaju apapun teknologi, siswa tetap membutuhkan peran guru untuk membimbing dan mengarahkannya dalam memaknai diri sebagai manusia merdeka yang akan terus belajar sesuai dengan kodrat diri dan perkembangan zaman. PR kita sebagai guru adalah bagaimana menyelaraskan diri agar bisa senantiasa menjadi guru yang relevan terhadap perkembangan zaman, namun tetap menjadikan filosofi pendidikan menurut KHD ini sebagai dasar/tuntunan dalam memfasilitasi murid belajar di kelas sehingga mereka bisa mencapai kebahagiaan yang setinggi-tingginya.


3.   Apa yang dapat segera Anda terapkan lebih baik agar kelas Anda mencerminkan pemikiran KHD?

Setelah mempelajari modul ini, saya berharap ke depannya bisa lebih baik lagi dalam mendidik dan mengajar murid-murid saya di kelas, sesuai dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara yang tertuang pada trilogi pendidikan Ki Hajar Dewantara yaitu Ing Ngarso sung Tulodho (di depan menjadi teladan), Ing Madya Mangun Karsa (di tengah membangun/membangkitkan motivasi), dan Tut Wuri Handayani (di belakang memberi dorongan). Trilogi pendidikan inilah yang harus dimiliki oleh setiap tenaga pendidik guna menciptakan peserta didik yang berbudi pekerti, cerdas, serta mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi di era teknologi informasi seperti sekarang ini.

Harapan ke depan bagi murid-murid saya di sekolah adalah mereka senantiasa menjadi pembelajar sampai akhir hayat, tak kenal menyerah untuk belajar meskipun ada kalanya mengalami kendala atau kesulitan. Terlebih, di tengah gempuran perkembangan IPTEK seperti sekarang ini, mereka haruslah memiliki keterampilan yang mumpuni agar bisa senantiasa menyesuaikan era belajar di zaman yang semakin maju. Tantangan ke depan tentunya akan semakin sulit. Hal itu perlu disertai dengan kemampuan diri untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Tanpa adanya itu semua, di masa-masa yang akan datang akan banyak ketinggalan dengan bangsa lain. Namun, semua juga perlu diiringi dengan pendidikan karakter. Tanpa memperhatikan pendidikan karakter, sepandai apapun ia nantinya, mereka tentu belum mencapai keselamatan sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat.

Seperti yang kita ketahui bahwa saat ini, guru dituntut untuk terus belajar sambil menyesuaikan dengan zaman, sedangkan kenyataan di lapangan masih banyak guru yang belum paham betul akan hal tersebut. Maka dengan belajar modul ini nantinya, saya berharap dapat merasakan manfaat yang kemudian bisa saya diskusikan dengan teman sejawat di lingkungan sekolah, tentunya agar bisa membawa dampak perubahan yang semakin positif ke depannya. Setiap murid adalah individu dengan potensi, bakat, minat, dan karakter yang tidak sama. Maka dari itu, pembelajaran yang saya lakukan di kelas harus berpihak pada murid. Saya akan berupaya untuk menciptakan pembelajaran yang menyenangkan melalui penggunaan model-model pembelajaran dan media pembelajaran yang lebih bervariasi, sesuai dengan kebutuhan murid di kelas. Tak lupa, saya akan senantiasa menanamkan nilai-nilai karakter yang baik pada setiap kegiatan pembelajaran sehingga nantinya murid tidak hanya pandai secara intelektual/akademik, melainkan pandai mengelola sosial-emosional pada dirinya. Penanaman nilai-nilai karakter bisa diterapkan melalui kebiasaan 5S (Senyum, Sapa, Salam, Sopan, dan Santun), baik kepada sesama temannya, kepada Bapak/Ibu Guru di sekolah, maupun seluruh warga sekolah yang lain. Selain itu juga pembiasaan “Tolong dan Terima Kasih”. Dengan demikian, akan tercipta kebiasaan saling menghormat, menciptakan rasa nyaman berada di lingkungan sekolah, dan iklim positif antarwarga sekolah.